Sabtu, 28 Juli 2012

BERGURU DENGAN BAPAK JAMIL AZZAINI DI MASJIDIL HARAM (Part 2)


Untuk kembali menuju Ke Masjidil Haram, kami harus turun lagi Kebawah. Karena letak Food Court  ada di lantai paling atas mall itu. Gak tau itu mall masih masuk area  Zam-zam Tower apa bukan, yang pasti tempatnya masih di kawasan itu. Sambil menunggu lift, sayapun bertanya  "apa yang harus saya lakukan untuk membangun kerangka dasar dalam berbisnis?"  dengan satu tangan bersender diatas tombol lift, beliaupun menjawab "pandai membaca peluang dan membangun relasi." Lift terbuka dan kami bertiga naik untuk turun menuju ke Masjidil Haram.

Setelah mengambil wudhu, kami bergegas masuk kedalam Masjid. Pak jamil mengajak kami naik ke lantai dua, tapi ternyata sudah penuh. Ahirnya balik kanan dan kembali ke lift escalator untuk naik ke lantai paling atas. Kami melaksanakan sholat Isya dan tarowih di bawah naungan langit biru yang sudah gelap dan tampak samar-samar dengan pantulan cahaya dari  masjidil haram. Pak jamil kelihatan tampak kurang sehat, karena beliau selalu bersin-bersin. Mungkin alergi dengan debu2  yang nempel di karpet Masjid. Maklum saja jika lantai paling atas tak bisa bebas debu biarpun selalu di bersihkan. Karena memang tempat nya yang terbuka memungkinkan debu dari pembangunan pelebaran masjid Disebelahnya nyampai kesitu.

Sholat tarowih dan witir di masjidil haram 23 rekaat,  kalau kita mengikuti semuanya kira-kira 2 jam baru selesai. Sekitar jam 23.15 waktu saudi. Ketika imam sudah nyampai pada rekaat ke 8, selesai salam pak jamil bilang " kayaknya saya sudah nggak kuat dengan debu-debu ini. Biar kamu juga nanti nggak kemalaman kita ambil 8 saja. Sekarang kita witir sendirian, setelah ini kita ke hotel " sayapun menurut saja, sekitar jam sepuluhan kita turun. Sebelum nyampai ke hotel, beliau ngajak mampir untuk beli sendal dan jus. Karena sendal beliau hilang semenjak habis magrib. Ketika kami Kerestoran untuk berbuka, Beliaupun sudah tak beralas kaki. Tetapi tetap saja pede. Dan dengan enjoinya masuk ke food court  tak beralas kaki. Ketika naik lift pun karena lupa-lupa ingat dan telat turun, yang menyebabkan harus ikut turun dulu baru naik lagi. Beliau Cuma bilang " yach, dinikmatin az..!" nggak tampak kelihatan muka mengeluh, apalagi menyalahkan orang lain.

Sampai juga kami ke hotel beliau. Di lobi hotel yang sangat lebar dengan banyak pilihan kursi ataupun sofa, Pak Jamil memilih tempat  yang paling pinggir. Kamipun melanjutkan topik perbincangan kami;

Saya ; bagaimanakah sesuatu hal itu bisa disebut sebagai peluang?

Pak Jamil ; tergantung dari sudut pandang mana kita melihatnya. Kita akan mengetahui kalau kita melakukannya. Misalnya seperti ini saya tinggal Di Bogor, tetapi saya tidak memiliki ATM Bank Jabar sehingga saya tidak mengetahui dimana letak ATM bank tersebut. Lain halnya dengan ATM BCA, sepanjang jalan dari Bogor menuju Jakarta, saya hafal dimana saja letak ATM itu dari yang paling nyaman, yang jorok, yang rawan, maupun yang ber AC. Saya mengetahui itu karena saya mempunyai. Ketika dalam perjalanan saya selalu memperhatikan dan mengamati dimana ada ATM BCA. Begitu juga dengan bisnis, ketika kamu sudah memulai dan mempunyai nanti kamu akan tahu dimana saja peluang itu ada.

Saya  ; berapa sekala perbandingan antara belajar dengan action?

Pak jamil ; mesti banyak action.  belajar setelah action.  Kalau kita belajar-belajar terus nanti malah jadi takut action.

Saya  ; bagaimana untuk mengasah ilmu bisnis itu?

Pak Jamil ; Praakteek..

Saya  ; apa yang harus saya lakukan untuk posisi seperti saya ini demi mewujudkan sebuah impian untuk berbisnis?

Pak Jamil ; saya tidak tahu kondisi persis kamu, tapi ciptakanlah lingkungan yang positif. Bergabunglah dengan komunitas –komunitas yang saling mendukung. Bertemanlah dengan orang –orang yang punya semangat untuk ber tumbuh.  Ibaratnya begini " ketika saya mau berangkat ke sini dari indonesia semut masuk. icik icik icik ke tas saya. Ketika dia sudah ada didalam tas saya bawa naik ke Pesawat. Sekarang dia ada DiKamar di tas saya. Ketika saya pulang nanti dia ikut pulang  lagi ke Indonesia dan dia cerita ke teman-temannya.. " hai aku baru pulang dari makkah..! " kira-kira teman-temannya pada percaya gak kalau dia baru pulang dari Makkah?  Sudah pasti mereka nggak pada percaya. "mana mungkin kamu bisa sampai ke Makkah, baru berjalan sekilo aja sudah mati kelindes mobil..!" Tapi hal itu kenyataan nggak? Kenyataan. Terjadi nggak? Terjadi. Karena dia ikut dalam lingkungan yang bisa jalan cepat dan bahkan terbang untuk sampai ke tujuan.

Dan sekarang kamu mesti buat proposal hidupmu nanti di email ke saya. Nanti akan saya kasih saran dan masukan. Hidup ini singkat, kita mesti tentukan mau kemana dan jadi apa. Mesti diarahkan. Kalau dibiarkan begitu saja ya jadinya begitu saja.

Ku buka tas saya, kuambil kertas dan bulpen . kuberikan kepada beliau untuk menuliskan alamat Email dan no HP. Beliau panggil pelayan hotel yang kebetulan juga orang indonesia untuk memberikan uang pembayaran dari makanan yang beliau pesan. "nggak usah kembali ya!" kata Pak Jamil kepada pelayan. Beliau juga meminta pelayan untuk membungkus sisa pizza yang tidak habis dimakan untuk kami bawa pulang. "nanti kalau sudah pulang Indonesia telpon-telpon ya..!' pesan beliau sebelum kita berpisah.

Terima kasih pak jamil atas ilmu dan traktirannya. Biarpun kondisi Bapak kurang fit, masih mau berbagi kepada kami sampai jam 12 malam. Semoga ini menjadi titik awal perubahan dalam hidup kami dan menjadi amal jariyah Bapak. Semoga limpahan kasih sayang Allah dan nikmat kesehatan selalu menyertai Bapak dan keluarga. Aamiin…!

Salam Sukses Mulia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar