Sabtu, 20 April 2013

Menangis Karena Ibu



Hajian 2011,

Untuk yang sudah pernah melaksanakan ibadah Haji pasti tau bagaimana penuh sesaknya kota Makkah, baik di Arafah, Muzdalifah ataupun  Mina. Disuatu pagi ketika kami mabit Di Mina, kumandang adzan shubuh mulai terdengar. Ku bergegas untuk bangun dan mengambil air wudhu. Karena kedua temanku belum bangun, aku ikut sholat berjama’ah dengan orang-orang  dari kebangsaan lain yang kebetulan lagi sholat berjamaah dengan teman-temannya yang tempatnya tidak jauh dari tempatku merebahkan tubuh diatas tikar.

Ibuku Di Kampung Halaman
Usai sholat, ku tetap duduk bersimpuh untuk berdzikir. Tiba –tiba jantungku berdegup kencang. Plass…  kaget dan tertegun. Dengan bertal’biah Rombongan jama’ah haji Indoneia sedang melintas. Aku merasa salah satu dari jamaah ada ibu saya. Padahal ibu saya sedang tidak melakukan ibadah haji tahun itu. Tinggi badan, gaya beliau berjalan sangat persis. Tapi itu tampak hanya sekejap mata. Terus ku pelototi rombongan itu. Hingga mereka  berjalan semakin dekat dengan tempat dudukku. Begitu dekat,ternyata ibuku  tidak ada. Enggak tahu apakah aku sedang berhalusinasi atau apa namanya.

Seketika itu, air mataku pecah. Menetes dengan derasnya hingga tak bisa terbendung lagi. Ku berdo’a kepada Allah semoga beliau bisa benar-benar sampai kesana. Semoga suatu saat aku dimampukan untuk bisa menghajikannya.

Hingga jamaah yang lain sudah pada bubar,  aku masih duduk menutup muka dengan tanganku agar tangisanku tidak terlihat orang lain.Takut ketahuan kedua temanku yang masih tidur, aku ikut tidur lagi dengan menutup kepala menggunakan kain Ihram.karena dibalik Kain ihram itu air mata masih terus mengalir. Ketika temanku bangun dan menanyakan apakah sudah sholat shubuh, aku hanya menjawab “sudah “ tanpa membuka kain  yang menutup kepalaku. Takut  tangisanku diketahui oleh mereka.

Diahir tahun 2012 aku pulang ke Indonesia. Ketika bertemu dengan ibuku, aku ceritakan kejadian itu. “lha ndisek kowe ngomong nek  kaji jare arep ngajak bareng,  lek  aku mbok tinggal kok…  ( lha dulu kamu bilang kalau haji katanya mau ngajak bareng , tapi ternyata aku kamu tinggal kok..)” sambil ketawa ibuku menjawab.

Ternyata beliau masih ingat kata-kataku yang mungkin waktu itu hanya sebatas ngomong sebagai penghibur diri. Dulu aku pernah mau di hajikan seseorang dengan cerita yang panjang, rumit dan berbelit. Yang ujung-ujungnya adalah penipuan. Kabar sudah tersebar kemana-mana. Akupun merasa malu dengan hal itu. Untuk menguatkan hati ibuku, waktu itu aku bilang “kalau emang enggak jadi ya udah, berarti emang belum dipanggil sama  Allah. Semoga besok bisa  berangkat haji dengan biaya sendiri aja bareng ibu”. Beliau mengaminkan hal itu.

Dan Subhanallah, itu menjadi do’a beliau sepanjang waktu. Hingga di tahun 2010 karena suatu keadaan aku berangkat ke Saudi untuk menjadi TKI. Alhamdulillah ditahun 2011 aku sudah bisa berhaji yang kedua kalinya untuk membadalkan almarhum Bapakku.

******************************

Di Masjidil Haram Ramadhon 2012

Aku dan temanku Sutanto bersama Bapak Jamil Azzaini
Hari itu aku janjian ketemu dengan Bapak Jamil Azzaini ( Inspirator Sukses Mulia)  di lantai dua masjidil Haram. Waktu menjelang magrib menunggu berbuka puasa. Aku sudah melihat beliau duduk ditengah –tengah para jamaah dari seluruh penjuru dunia. Baju batik yang beliau kenakan memudahkanku untuk menemukannya, walaupun tampak kecil dibandingkan dengan orang- orang disebelahnya. Karena penuh sesak, aku dan temanku tidak bisa duduk bersebelahan dengan beliau.

Setelah membaca sms-ku, beliau clingak-clinguk mencari diriku. Dan kami-pun  hanya saling melambaikan tangan dari tempat yang berjauhan. Ku tunaikan sholat sunnah dilanjutkan dengan I’tikaf menunggu magrib tiba. Tiba-tiba aku teringat dengan cerita beliau di web-nya Jamil Azzaini.com tentang kisahnya menghajikan kedua orang tuanya. Pikiranku melayang ke sosok seseorang yang melahirkan dan membesarkanku seorang diri sebagai single parent semenjak aku kelas dua SMP.

Aku teringat dibulan Ramadhan ketika aku, ketiga adikku dan ibuku makan sahur bersama. salah seorang dari ketiga adikku nyeletuk “ lauk kok gini terus setiap hari..!” kebetulan pecel dan bakwan sisa dagangan ibu yang menjadi menu sahur kami setiap hari. Aku membayangkan bagaimana perasaan ibu waktu itu, beliau sudah banting tulang siang malam untuk menghidupi kami. Biarpun begitu beliau masih tegar dengan menjawab “ besok kalau kamu sudah gede sudah bisa bekerja, sudah bisa nyari duit sendiri beli makanan semaumu dan sesukamu yang enak ..”

Di sini saya bisa makan sesuka dan semauku, tetapi bagaimanakah dengan ibuku disana? Apakah makanan beliau untuk sahur dan berbuka puasa masih seperti yang dulu..? memakan sisa dagangan yang sudah tidak laku untuk lauknya..?  air mataku-pun pecah tak terbendung lagi. Hingga sholat berjama’ah Magrib, aku masih sesenggukan dan meneteskan air mata. Sampai-sampai ketika Pak Jamil sudah menunggu di belakangku , aku masih belum bisa membendungnya.

Merasa tak  enak  jika beliau menunggu terlalu lama. kubalikkan badan kusalamin dan kupeluk beliau dengan air mata masih sedikit menetes. Ketika aku sedikit bercerita, beliau bilang “ajak kesini dong!” “mohon do’anya Pak Insyallah tahun 2017”. Aku nggak tahu bagaimana caranya dan duit darimana untuk bisa membawa Ibuku ke tanah suci. Aku hanya bisa mendo’akan  setiap waktu dan selalu menyempurnakan ikhtiarku dalam menjemput rezki. Semoga kelak bisa mewujudkannya bi idznillah.

*******************

Makkah,  Maret  2012

Tepatnya di hari Jum’at, Alhamdulillah atas ijin Allah aku punya kesempatan untuk ketemu dengan Mas Saptuari  yang sedang melaksanakan ibadah Umroh bersama dengan  keluarga dan beberapa kurir sedekah Rombongan. Dari Masjidil Haram menuju kenza Hotel, kami semua jalan kaki sampai ke jalan raya dan kemudian naik Bis jemputan fasilitas Hotel.

Ketika menunggu Bis, aku sempat berbincang-bincang dengan ibu Mas Saptu. Beliau sempat bercerita kalau dulu beliau juga pernah menjadi TKI seperti aku ketika Mas Saptu masih kelas lima SD disaat bapaknya telah berpulang lebih dulu kepada-NYA. Beliau bilang “kerja apa aja yang penting halal, Disyukuri dan Disabari (sabar).

Aku kembali teringat dengan sosok ibuku yang juga seorang janda. Beliau mebesarkanku dan ketiga adikku seorang diri. Dan sampai saat ini aku belum bisa membahagiakannya. Ketika sudah naik didalam bis, rasanya air mata ingin pecah. Tapi aku berhasil menahannya, malu dengan Mas Saptu dan Istrinya yang duduk di barisan kursi sebelahku. Dalam Hati ku Berdo’a, Ya Allah! Seperti  inilah mimpiku. Aku ingin seperti mas Saptu, bisa membawa istri dan kedua ibunya (Ibunya sendiri & Ibu Mertua) mengunjungi Rumah-MU Baitullah. Ziarah ke makam Rosulmu Muhammad Sollallaahu alaihi Wasallam.

aku dan para kurir #Sedekah Rombongan
Sampai di hotel, aku ketemu dengan Mas Karman, Faisal dan Herry . yaitu para kurir sedekah Rombongan, yang sebelumnya hanya melihat di webnya Sedekah Rombongan.Juga ketemu dengan Mas Tanto owner Travel yang memberangkatkan mereka katanya.  Dan ada satu Jama'ah lagi yang ikut ngobrol bersama kami, tetapi aku lupa namanya. ngobrol dengan mereka membuat aku bisa tertawa hingga lupa dengan air mata yang hendak jatuh. aku baru pertama kali bertemu dengan mereka, tetapi terasa kayak ketemu teman lama. Makasih untuk semuanya...

Ternyata Mas Karman juga bersama dengan kedua orang tua dan saudaranya. Ia telah berhasil memberikan kebahagiaan kepada  kedua orang tuanya yang telah bersabar dengan penyakit  Stroke yang diderita oleh bapaknya bertahun-tahun.Setelah sampai di sakan (Mess tempat tinggalku), aku buka twitter dan kubuka satu persatu foto-foto yang di uploud  Mas Saptu dan Mas Karman. Terus terang, aku merasa iri dibuatnya. Ya Allah, aku ingin seperti mereka….  Aamiin…

Minggu, 14 April 2013

Ujian



Kita semua yang pernah sekolah pasti pernah merasakan yang namanya "Ujian". Ujian bertujuan untuk menguji kemampuan kita selama belajar. Kalau kita berhasil menyelesaikan dengan benar, kita akan mendapatkan nilai yang baik dan lulus. Kelulusan itu memungkinkan kita untuk naik kelas/ naik ke jenjang yang lebih tinggi.


Begitu juga dalam kehidupan, ujian demi ujian yang kita hadapi memungkinkan kita untuk naik ke level yang lebih tinggi dalam hal  setatus sosial, penghasilan maupun keimanan. Materi dan jumlah ujian yg diberikan kepada siswa perguruan tinggi dan siswa SD berbeda. Yang tentunya materi soal siswa SD lebih  mudah dibandingkan dengan Mahasiswa, karena tingkatan kelas mahasiswa lebih tinggi.

Seseorang yang strata sosialnya lebih tinggi tentu ujiannya juga lebih banyak dan sulit. Namun semua tetep bisa dikerjakan sesuai dengan porsi kelas masing-masing asalkan mau belajar dan mengikuti norma yang ada. Karena pada dasarnya hidup adalah proses belajar. Kalau kita sudah belajar dengan benar, Insyaallah bisa mengerjakan ujian kehidupan dengan benar pula hingga mendapatkan hasil yang terbaik, lulus dan naik kelas.

Semoga penyakit, kesulitan, kesusahan, kesedihan, kemiskinan yang mungkin terjadi pada kita adalah ujian untuk naik kelas. Bukan suatu adzab atas dosa dan kesalahan yang pernah dan sedang kita perbuat. Sedangkan kita belum pernah bertaubat. Semoga Sang Maha mengampuni semua kesalahan dan segala dosa-dosa kita.

Marilah sama-sama berdo'a semoga kita semua diberikan kemampuan dan kekuatan dalam menghadapi ujian hidup. Menyelesaikannya dengan baik dan benar hingga kita bisa lulus dan naik kelas. Kita do'akan juga buat adik, saudara, teman,anak, keponakan dan mungkin cucu yang besok melaksanakan Ujian nasional semoga sehat, tenang, ga deg-degan, ga nyontek, & lulus dg nilai sangat baik. Al Faatihah...


*Gambar adalah hasil Search Googla Image "Ujian Hidup".

Selasa, 09 April 2013

Kepepet




Keadaan di Saudi sangat berbeda sekali dengan di Indonesia. Di Indonesia, disepanjang kota besar dan bahkan kota-kota kecil di kecamatanpun kita melihat banyak sekali pedagang nasi disepanjang jalan. Mulai dari nasi rames, nasi goring, nasi padang, nasi uduk, pecel lele, sate dan seabrek makanan lain yang menghiasi kota. Apalagi di lingkungan Mess sebuah perusahaan yang karyawannya mencapai ratusan orang, tentunya tak sulit untuk menemukan warung.

Dua ribu sepuluh silam ketika awal pertama kali kami datang kesaudi, kami sampai Di Mess (Jeddah) tengah malam sekitar jam sebelasan keatas. Tampak suasana sepi dari penghuni, pintu kamar tertutup menunjukkan bahwa penghuninya sudah pada terlelap. Kami yang baru tiba dari Indonesia, setelah melakukan perjalanan jauh merasakan perut lapar. Tak tahu harus kemana dan enggak bisa bagaimana ngomongnya kalau mau tanya, kami terpaksa menahan lapar hingga matahari muncul dengan sinarnya.

Pagi-pagi buta ketika kudengar adzan subuh, kulangkahkan kaki untuk ke Masjid. Kutatap diantara jamaah yang hadir. Tampak begitu banyak orang-orang yang berjenggot tebal. Yaitu orang-orang dari Yaman, Mesir, Hindia, Pakistan dan Negara-negara lain yang mayoritas dari mereka para lelaki dipenuhi bulu kumis dan jenggot. Tampak diantara mereka ada beberapa orang yang sebangsa, yaitu Indonesia.

Usai  sholat shubuh berjamaah kuberanikan diri untuk menyapanya. Setelah basa-basi menanyakan kabar dan perkenalan, kucoba bertanya tentang keadaan disini, “kalau makan bagaimana dan dimana?, karena kami semua satu kamar orang baru, ngomong bahasa arab enggak bisa. perutnya pada lapar bingung!”.  He he he…
Hubus dan lauknya, bekel buat makan siang teman orang Hindia

Dia bilang klo disini semua pada masak sendiri, enggak ada istilah makan jajan kayak di Indonesia. Saya dikasih tau kalau dibagala (mini market) ada hubus, yaitu sejenis roti berbentuk bulat tipis dengan diameter kurang lebih 25 cm. dengn harga satu real perbungkus dan isinya tiga. “Cukup murah jika kamu doyan” begitu katanya. Tanpa fikir panjang, aku minta tolong kepadanya untuk mengantarkan ketempat yang dimaksud.

Aku beli dua bungkus dan aku bawa pulang kekamar. Semua teman sekamar yang berjumlah sepuluh orang, semuanya aku bangunin untuk mencicipi makanan asing yang sebelumnya belum pernah ditemuinya itu. Ada yang bilang kayak bekatul! dan lain sebagainya. Dan ternyata, ibarat Di Indonesia itu adalah sperti nasi, jadi masih butuh lauk pauk untuk memakannya.

Memang dasar perut dan mulut Indonesia, dikasih makan hubus kok tetap masih ada yang kurang.  Jadi istilah “sama-sama makan nasi” kurang laku disini, karena mereka makan Hubus. Ha ha ha…  Aku jalan lagi, mencoba mencari nomor kamar yang tadi diberitahukannya, dengan maksud mencari solusi atas permasalahan “perut yang complain”. Ahirnya kamar ketemu, tetapi orangnya tidak ada karena sudah berangkat kerja.

Tidak ada suatu pengorbanan yang sia-sia. Allah mempertemukan aku dengan yang lain. Dia mengajak aku kekamarnya dan menyuguhi beberapa makanan yang mereka punya. Kebetulan ada salah satu teman mereka yang lagi sakit, sehingga tidak masuk kerja. Aku disuruh mengajak teman-temanku kesitu. karena kami tidak mau merepotkannya lebih banyak, kami hanya pinjam peralatan dapurnya untuk memasak indomie  yang kami beli sendiri.

Setelah siang kami semua dikumpulkan dalam satu ruangan untuk meeting, melakukan persiapan dan agenda selanjutya yaitu medical (cek kesehatan) ulang sebagaimana yang pernah dilakukan di indonesia sebelum berangkat. Sebelum acara dimulai kami sempet ngobrol dengan teman-teman yang lain yang berbeda kamar. Ternyata sebagian mereka ada yang makan indomie yang dimasak dibawah terik matahari. Kebetulan kata mereka yang sudah lama disini, sudah dua harian panasnya sangat menyengat.

Ketika kami menanyakan bagaimana caranya, mereka bilang “indomie dibuka, dikasih air di ikat dan dijemur”. Apa bisa mateng? “yah namanya juga kepepet, yah anget-anget setengah mateng gitu” jawabnya sambil pada ketawa dan saling becanda.

Mungkin itulah uniknya kepepet, menimbulkan reaksi yang berbeda dari satu permasalahan yang sama. Ada yang mencari bantuan, sebagian mengeluarkan kreatifitasnya untuk melakukan eksperimen baru, ada yang berdiam diri dengan menahan rasa lapar, dan ada juga yang mengikuti/meniru apa yang telah dilakukan oleh temannya.

Apa yang akan sahabat lakukan dan termasuk kelompok yang mana jika “kepepet” terjadi pada kalian? Apapun yang sahabat lakukan tetaplah lakukan yang positif dan halal, agar Tuhan meridhoinya. Aamiin…!